Wajar dokter marah-marah!

Aneh gila, orang-orang menyandarkan harapan sepenuhnya pada dokter saat sakit. Dokter harus bisa menyembuhkan penyakit. Tidak bisa tidak. Tidak boleh salah. Tapi apa kata seorang Ophthamologist dari Filipina yang tidak disebutkan namanya di majalah Reader's Digest, " Pasien perlu tahu, bahwa beberapa penyakit tidak ada obatnya, penyakit itu hanya bisa dikontrol. Mereka perlu pengobatan jangka panjang plus reguler follow up untuk meyakinkan penyakit ditangi dengan semestinya.

Itu kata dokter, ingat, beberapa penyakti tidak ada obatnya, padahal orang beragama seharusnya yakin Tuhan menurunkan tiap-tiap penyakti pasti ada obatnya. Termasuk AIDS? Ya, meskipun, mungkin belum waktunya.

Sungguh aneh, orang percaya bahwa dokter Maha Tahu padahal terkadang atau seingkali dia tidak tahu.
"Satu dari hal terberat untuk dibertahukan kepada pasien adalah, 'saya tak tahu apa yang salah dengan Anda,' ketika ini terjadi, dokter bisa jadi memilih jawaban lebih aman seperti, 'Mari kita tangani gejalanya dulu dan lihatlah nanti perkembangannya, atau mari jalani beberapa rangkaian tes darah terlebih dahulu,' Begitu penurutan Dr. Willie Ong seorang Kardiolog dari Filipina.

Sungguh aneh dan ganjil kalau kita ikut-ikutan gusar kalau dokter kita ternyata bisa juga naik darah.
"Jika Anda ingin menangis di depan saya, silakan, menangislah. Kita selalu siap untuk itu," itu kata dokter Manot Lohtrahuk, seorang psikiater dari Thailand. Dokter Fransisca Roak, sorang Dermatologist dari Filipna sependapat, "saya jaid emosional ketika seorang pasien menangis di depan saya baik menyangkut masalah keseahtan atau pribadi.

Ya, aneh dan gila dengan segala macam angan-angan kita tentang kesembuhan dengan mengandalkan sepenuhnya pada rumah sakit terbaik, dokter terbaik, perawatan terbaik, tidak perduli betapa kita harus membayar mahal untuk itu semua.

Padahal mana kita tahu, kalau kita "dikerjain". Dr. JJ Chua, seoang konsultan ahli bedah dari Singapura mengatakan, "Mintalah selalu kesepakatan selengkap mungkin tentang biaya perawatan. Kebanyakan dokter dan klinik hanya mengutip biaya dokter dan ini tidak termasuk anaestesia, obat-obatan pada umumnya, konsultasi, materi-materi, fasilitas dan jasa perawat.

Karena itu mari kita bersikap realistik, bahwa dokter bukan Tuhan, bahkan Tuhan  yang Maha Penyembuh itu, bagi yang percaya, tidak langsung memberikan kesembuhan waktu kita berdoa. Dia memberikan ujian demi ujian kepada hambanya dengan maksud meninggikan derajatnya bila dia lulus.

Supaya kasus seperti yang dialami Prita Mulyasari bebarapa waktu lalu tidak terjadi, perlu, kita tegaskan kembali, jangan bergantung sepenuhnya pada mahkluk.

Kita yang tahu diri kita sendiri; awal kesembuhan adalah keyakinan diri kita sendiri, bahwa kita bakalan sembuh. Kecemasan yang berlebihan hanya akan memperparah penyakit. Inisiatip berobat perlu. tapi inistiap mengandalkann spenuhnya pada penanganan dokter itu sama dengan kita memberikan peluang kepada dokter, pertama, untuk mengambil banyak keuntungan dari kita, kedua atau malah membuat mereka stress!

Lantas Tuhan mau dikemanain?